Konveksi Kalor: Bilangan Nusselt

Konveksi kalor secara sederhana dapat dirumuskan dengan menggunakan hukum pendinginan Newton, yaitu:


Yang jadi permasalahan dalam konveksi adalah penentuan besarnya koefsien konveksi (h). Konveksi kalor melibatkan pergerakan fluida sehingga analisisnya menjadi sangat rumit. Setidaknya ada dua metode untuk menghitung perpindahan kalor secara konveksi, yaitu secara analitik dan empirik. Untuk metode yang pertama (analitik), perhitungannya membutuhkan perangkat komputer karena harus menyelesaiakan beberapa persamaan differensial yang cukup rumit. Sedangkan metode kedua (empiris), perhitungannya lebih sederhana namun rumus-rumus yang digunakan hanya berlaku untuk kasus-kasus tertentu saja. Yang akan dibahas kali ini adalah penyelesaian persolanan konveksi kalor secara empirik.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai konveksi, perhatikan gambar berikut ini. Anggapalah ada dua buah permukaan dengan temperatur yang berbeda yaitu T1 dan T2 yang diantaranya terdapat fluida. Jika T2 lebih tinggi dari pada T1 maka terjadilah aliran kalor ke atas (dari permukaan 2 ke permukaan 1). Apakah perpindahan kalor ini terjadi secara konveksi atau konduksi? Jawabannya adalah tergantung terjadi perpindahan molekul atau tidak. Seandainya tidak terjadi pergerakan molekul, maka perpindahan kalornya terjadi secara konduksi. Sebaliknya jika terjadi perpindahan molekul, maka terjadi konveksi kalor.

Dengan adanya pergerakan molekul, maka laju aliran kalor menjadi lebih besar dibandingkan dengan murni konduksi. Rasio antara besarnya konveksi dan konduksi dalam kasus ini dinamakan bilangan Nusselt, yaitu:


Jika nilai bilangan Nusselt adalah 1 maka perpindahan kalornya murni konduksi. Sedangkan jika lebih dari 1 artinya terjadi konveksi kalor. Penentuan bilangan Nusselt inilah yang akan dipelajari untuk menentukan berapa koefisien konveksi kalor.

(Tri Ayodha Ajiwiguna)

No comments:

Post a Comment