Membangun solar panel (PLTS) di rumah, apakah menguntungkan?

Kali ini kita akan bahas seberapa menguntungkan jika kita menggunakan solar panel di rumah kita. Setidaknya ada dua jenis pemasangan sistem solar panel, yaitu: on-grid dan off-grid. Untuk perbedaaan antara keduanya bisa di sini: PLTS on grid dan off grid

Jika lokasi rumah kita sudah terjangkau listrik PLN, maka saat ini sistem off-grid bukanlah pilihan yang menguntungkan. Oleh karena itu yang kita bahas sekarang adalah sistem on-grid dengan memanfaatkan sistem ekspor impor listrik dengan PLN.

Untuk memudahkan analisis investasi solar panel ini, mari kita bahas contoh kasus saja. Saya akan coba gunakan asumsi senyata mungkin di tahun 2021 ini. Misalnya si Panjul ingin memansang solar panel dengan sistem on-grid dan export-import di rumahnya yaitu di Jakarta. Panjul saat ini berlangganan listrik dari PLN dengan 2200 W. Tagihan listrik perbulannya rata-rata 500 ribu rupiah. Kondisi tersebut adalah sebelum dipasang solar panel. Untuk detil perhitungan selanjtnya dapat dilihat gambar di bawah ini:


Kapasitas panel surya yang dipasang memiliki daya puncak 1800 Wp. Total pengeluaran biaya pemasangan sistem solar panel on-grid ini adalah sekitar 28.1 juta. Biaya ini sudah termasuk biaya solar panel, sertifikat laik operasi, dan administrasi lainnya. Beberapa asumsi yang saya gunakan untuk estimasi ini: peak sun hour sebesar 4.5 jam/hari dan rugi-rugi (kabel dan inverter) sebesar 14%. Perlu diketahui bahwa tidak semua listrik yang dihasilkan oleh solar panel in diekspor ke PLN, tapi yang diekspor adalah kelebihan listrik. Contohnya pada siang hari saat terik, listrik yang dihasilkan oleh sistem solar panel adalah 1500 W, tetapi yang dikonsumsi hanya 1000 W. Artinya ada kelebihan 500 W, nah inilah yang diekspor ke PLN. Untuk penyederhanaan perhitungan, saya asumskan 70 %dari listrik yang dihasilkan digunakan untuk keperluan sendiri dan sisanya (30%) diekspor ke PLN. Oleh karena itu besarnya faktor ekspor ini diasumiskan dengan nilai tersebut.

Dengan asumsi sepert ini, maka Panjul dapat memproduksi listrik sebesar 2543 kWh per tahun. Sebagian besarnya (70%) digunakan untuk keperluan di rumah dan sisanya (30%) diekspor ke PLN. Jumlah listrik yang diekspor sebenarnya mencapai 763 kWh per tahunnya, namun yang diakui oleh PLN hanya 65% saja yaitu sekitar 496 kWh per tahunnya. Oleh karena itu, Panjul hanya membayar tagihan listrik sekitar 2.7 juta setiap tahunnya (yang tadinya 6 juta per tahun). Artinya ada penghematan biaya tagihan listrik sebensar sekitar 3.3 juta rupiah per tahun. Di sisi lain, Panjul juga ingin PLTSnya terawat dengan baik sehingga Panjul mengeluarkan biaya perawatan sebesar 630 ribu rupiah pertahunnya. Jadi penghematan bersih yang panjul dapatkan adalah sekitar 2.6 juta per tahun. Jika dihitung-hitung, sistem PLTS panjul akan mendapatkan break even point (BEP) di sekitar tahun ke 10. Jika sistem ini dapat dimanfaatkan hingga sampai 20 tahun maka keuntungan bersih Panjul total mecapai 22 juta rupiah. Kalau bisa sampai 25 tahun maka keuntungan Panjul mecapai 38 juta.

Sebenarnya kita bisa mendapatkan keuntungan lebih jika kita tidak mengekspor listrik ke PLN, kenapa? Karena saat ini listrik yang kita ekspor hanya diakui 65% nya saja. Jadi semakin sedikit listrik yang diekspor maka kita sebenarnya lebih untung. Namun, kita harus jeli dalam menentukan kapasitas PLTS yang di pasang. Untuk menghindari ekspor listrik ke PLN, kita perlu memperhitungkan agar listrik yang dihasilkan oleh sistem PLTS tidak pernah melebihi konsumsi listrik kita. Dengan cara seperti ini maka tidak ada produksi listrik yang dibuang.

(Tri Ayodha Ajiwiguna)

1 comment:

  1. Balik modal 10 th untuk listrik sangat tidak manusiawi. PLN milik rakyat modal rakyat harusnya dihitung berdasarkan ekonomi rakyat bukan ekonomi kapitalis

    ReplyDelete