Showing posts with label Thermodynamics. Show all posts
Showing posts with label Thermodynamics. Show all posts

Siklus refrigerasi/pompa kalor carnot

 Tri Ayodha Ajiwiguna

Siklus refrigerasi carnot adalah sebuah siklus ideal yang merupakan kebalikan dari mesin kalor carnot. Sama halnya dengan mesin kalor carnot, pada siklus refrigerasi carnot juga terdiri dari empat proses yaitu: kompresi adiabatik (isentropik), kompresi isothermal, ekspansi adiabatik (isentropik), dan ekspansi isotermal, namun arah siklusnya yang berlawanan dengan mesin kalor carnot. Dalam diagram P-V, siklus refrigerasi/pompa kalor carnot ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 8.1 siklus refrigerasi/pompa kalor carnot

Perlu diingat bahwa siklus refrigerasi dan siklus pompa kalor adalah sama, yang membedakan adalah adalah siklus refrigerasi memanfaatkan proses penyerapan kalor sedangnkan pompa kalor memanfaatkan proses pembuangan kalor. Siklus refrigrasi/pompa kalor carnot memiliki nilai koefisien kinerja (COP) yang paling tinggi. Jadi tidak mungkin ada sistem refrigerasi/pompa kalor yang memiliki nilai COP lebih besar dibandingkan dengan COP carnot.

Besarnya nilain COP carnot dapat diturunkan dari definisi dan asumsi yang ada dalam siklus refrigerasi/pompa kalor carnot. Dengan mengacu pada gambar 8.1, maka dapat diambil informasi yaitu:


Untuk siklus refrigerasi, maka penyerapan kalor adalah yang dimanfaatkan, sehingga outputnya adalah kalo yang diserap pada proses 2 ke 3. COP refrigerasinya dapat ditulis:


Besarnya kalor yang diserap pada proses 2 ke 3 adalah:





Sedangkan besarnya kalor yang dibuang pada proses 4 ke 1 adalah:

Lalu dari proses adiabatik 1 ke 2 dan 3 ke 4, dapat dituliskan:


Oleh karena itu dengan mensubtitusi semua persamaan di atas, maka COP refrigerasi carnot dapat dihitung menjadi:

Dengan cara yang sama, COP untuk pompa kalor adalah:


Contoh:

Sebuah siklus refrigerasi carnot memiliki temperatur reservoir tinggi 40 oC dan reservoir rendah -3 oC. Jika kerja yang dibutuhkan dalam sistem ini adalah 100 W, berapakah kapasitas pendinginan sistem ini (kalor yang diserap)?


Proses Isentropik pada Pompa

 Tri Ayodha Ajiwiguna

Pada kasus kompresor dan turbin uap, penentuan sifat zatnya relatif mudah karena fasanya yang berupa gas. Namun untuk pompa yang fluidanya dalam keadaan subcooled liquid agak sulit untuk menentukan sifatnya jika asumsi isentropik digunakan. Hal ini dikarenankan terbatasnya tabel compressed liquid yang memiliki tekanan terendah 5 MPa sehingga untuk menentukan sifat zat dibawah tekanan tersebut tidak mudah dilakukan. 

Pada pompa tidak terjadi perubahan fasa, yaitu saat masuk pompa dalam keadaan liquid dan begitu pula saat keluar pompa masih dalam keadaan liquid. Volume spesifik dari fasa liquid tidak berubah secara signifikan baik jika temperatur atau tekanannya diubah selama tidak terjadi perubahan fasa. Oleh karena itu, asumsi bahwa volume spesifik liquid konstan dapat diterapkan dalam prinsip isentropik dibawah ini:

Jika hukum termodinamika I diterapkan pada pompa isentropik maka:

Karena isentropik maka nilai dq = 0, oleh karenanya:

Di sisi lain entalpi spesifik (h) merupakan:


Jika persamaan (2) digunakan untuk substitusi maka:


Fluida kerja pada pompa dalam keadaan cair, baik saturasi cair maupun subcooled liquid. Selama fasa masih dalam keadaan cair, volume spesifik tidak berubah signifikan terhadap tekanan. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa volume spesifiknya konstan sehingga:


Contoh:

Pompa digunakan untuk menaikkan tekanan air dari tekanan 100 kPa, 30 oC menjadi tekanan 2 MPa. Tentukan berapa kerja yang dibutuhkan pompa ini jika diasumsikan proses berlangsung secara isentropik?

Turbin dan Kompresor Isentropik

Tri Ayodha Ajiwiguna

Untuk menyederhanakan proses pada turbin, pompa dan kompresor, proses isentropik sering kali diterapkan. Proses ini mengasumsikan bahwa proses berlangsung secara adiabatik dan reversible.

 

Gambar 1. Skema proses turbin, pompa, dan kompresor

Proses pada turbin dan komporesor yang berlangsung secara isentropik nilai sifat zatnya mudah didapatkan dengan menggunakan tabel sifat zat. Dalam tabel ada satu sifat zat yaitu entropi spesifik yang disimbolkan dengan s dalam satuan kJ/(kg.K). Sama halnya dengan entalpi dan energi dalam, entropi spesifik ini merupakan nilai relatif dengan referensi tertentu. Bisa jadi dengan menggunakan tabel yang diterbitkan oleh institusi lain akan menunjukkan nilai yang berbeda. Namun, jika melihat selisih nilai dari dua keadaan yang berbeda maka hasilnya akan sama. Proses isentropik berarti tidak ada perubahan entropi dalam prosesnya. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut:

Contoh turbin:

Uap masuk ke dalam turbin dalam keadaan 5 MPa dan 600 oC. Saat keluar dari turbin menjadi 200 kPa. Jika laju aliran massa uap adalah 5.2 kg/s, tentukan berapakah kerja yang dihasilkan oleh turbin ini!




Contoh Kompresor R134a:

Refrigeran R134a dinaikkan tekanannya dengan menggunakan kompresor dari tekanaan 60 kPa dan temperatur 0 oC menjadi tekanan 1 MPa. Jika proses terjadi secara isentropik, berapakah temperatur pada saat keluar dari kompresor dan kerja yang dibutuhkan setiap 1 kg massa refrigeran!

Sehingga didapatkan bahwa temperatur R134a saat keluar kompresor adalah 101.26 oC dan kerja yang dibutuhkan adalah 79.84 kJ untuk setiap kg massa.

Hukum II Termodinamika

Tri Ayodha Ajiwiguna

Hukum termodinamika pertama dapat menjelaskan konsep kekekalan energi. Pada prinsipnya energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, namun bentuknya dapat dikonversi menjadi bentuk lain atau dipindahkan ke objek yang lain. Jika segelas air panas diletakkan di ruangan yang sejuk, maka lambat laun temperatur air dalam gelas akan turun hingga sama dengan temperatur ruangan. Hal ini terjadi karena energi kalor yang dimiliki air berpindah dari air ke ruangan. Akibatnya air kelilangan kalor dan ruangan menerima kalor dengan besar yang sama. Kasus ini sangat mudah dijelaskan dengan hukum termodinamika I.

Namun kasus sebaliknya tidak mungkin terjadi. Jika segelas air yang temperaturnya sama dengan ruangan maka segelas air tidak akan menjadi panas karena mendapatkan kalor dari ruangan. Jika ditinjau dari hukum kekekalan energi, kasus ini tidak ada masalah artinya seharusnya proses ini memungkinkan, tapi kenyataannya tidak. Begitu pula dengan kasus-kasus lain, pada saat gelas yang jatuh dan pecah akan mengeluarkan suara. Namun jika gelas yang pecah itu diberikan suara yang sama persis dengan suara gelas yang pecah, maka pecahan gelas tidak akan menjadi gelas utuh lagi. Hal-hal seperti inilah yang tidak dapat dijelaskan oleh hukum termodinamika pertama. Oleh karena itu dibutuhkan hukum ke dua termodinamika.

Terdapat dua pernyataan mengenai hukum termodinamika II, yaitu:

“Tidak mungkin ada alat yang dapat menerima sejumlah kalor dari sebuah reservoir dan menghasilkan kerja”

Pernyataan yang dikemukakan oleh Kelvin-Plank ini mengindikasikan bahwa tidak mungkin efisiensi sebuah mesin kalor bernilai 100% karena harus ada kalor yang tidak tergunakan menjadi kerja dan harus dibuang dari sistem.

“Tidak mungkin membuat sebuah alat yang dapat memindahkan kalor daritemperatur rendah ke temperatur tinggi secara spontan”

Pernayataan ini dikemukakan oleh Clausius yang menjelaskan bahwa untuk dapat menarik kalor dari benda yang temperatur rendah ke benda temperatur tinggi tidak mungkin dapat terjadi dengan sendirinya. Namum diperlukan kerja atau energi eksternal.

Bagaiamana menentukan bahwa suhu absolut nol adalah -273 Celsius?


Suhu 0 Kelvin adalah suhu terendah yang mingkin dicapai dan secara teori tidak mungkin ada yang bisa lebih dingin dari pada suhu ini. Pada titik ini tidak ada energi kalor yang dimiliki oleh zat. Telah disepakati bahwa 0 Kelvin ini setara dengan -273.15 oC.

Apakah pernah ada experimen yang dapat mencapai suhu ini?

Jawabannya tidak (belum ada). Pada tahun 1994 tercatat bahwa NIST (National Institute of Standards and Technology) dapat mencapai 700 nK. Lalu pada tahu 2003, para peneliti di MIT memecahkan rekor di 450 pK.

Kalau memang belum ada eksperimen yang dapat mencapai suhu 0 K, bagaiaman para ilmuwan memiliki teori bahwa -273.15 oC adalah suhu terendah yang mungkin dicapai?

Penentuan suhu absolut nol ini diperoleh dari ekstrapolasi hasil eksperimen. Mari kita bahas pelan-pelan. Jika ada sebuah wadah kokoh tertutup berisi gas maka di dalam wadah tersebut akan memiliki tekanan tertentu. Asumsikan bahwa volume wadah teresbut tidak berubah, maka tekanan pada wadah itu akan naik jika suhunya naik, begitu juga sebaliknya tekanan akan turun jika suhunya turun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat digambar ini:


Ilustrasi tekanan


dan suhu di dalam wadah

Dengan eksperimen, kita dapat mengambil data kedua besaran tersbut. Misalnya begini, pertama kita panaskan wadah tersebut, akibatnya tekanan dalam wadah tesebut tinggi. Dengan mengguanakan alat ukur, kita bisa ukur dan catat berapa tekanan dan berapa suhunya. Lalu, kita tunggu beberapa saat sehingga suhunya turun. Dengan suhu yang lebih rendah maka tekanannya pun juga rendah. Lagi, dengan cara yang sama kita catat berapa tekanan dan suhunya. Begitu seterusnya hingga kita bisa dapatkan beberapa pasangan data. Kalau data-data ini kita buat dalam grafik maka kurang lebih gambarnya akan seperti ini:


Ilustrasi grafik suhu dan tekanan pada wadah tertutup

Titik-titik merah didapat dari data percobaan. Dari data tesebut kita bisa buat “trendline” atau “fitting curve”, ditunjukkan oleh garis biru. Nah, kalau kita panjangkan (ekstrapolasi) garis tersbut sampai tekanan 0 kPa, maka kita bisa dapatkan suhunya adalah di sekitar -273 oC. Semakin baik alat ukur dan peralatan eksperimen maka kita bisa dapatkan hasil yang lebih akurat.

Secara teori kinetik gas, molekul gas yang berada di dalam wadah selalu bergerak dengan kecepatan tertentu. Akibtanya molekul-molekul gas ini memiliki energi kinetik. Molekul-molekul gas ini saling menumbuk satu sama lain dan juga menumbuk dinging wadah. Hal ini mengakibatkan adanya tekanan dalam wadah. Saat suhunya tinggi, maka kecepatan bergerak molekul makin cepat, energi kinetik meningkat, dan tekanan juga meningkat. Begitu pula sebaliknya, saat suhunya turun, molekul-molekul gas bergerak lebih lambat, energi kinetik menurun dan tekanan menurun. Nah, berdasarkan ekstrapoalasi, pada saat tekanannya nol, suhunya adalah sekitar -273 oC. Tekanan nol ini dapat juga diartikan energi kinetik molekul gas dalam wadah juga nol. Hal in berimplikasi bahwa molekul-molekul gas tidak bergerak. Itulah mengapa secara teori pada saat suhu berada di 0 K (-273.15 oC) dikatakan bahwa molekul pada sebuah zat akan diam.

(Tri Ayodha Ajiwiguna)

Siklus Rankine Regeneratif: Analisis Closed Feed Water Heater (OFWH)

Oleh: Tri Ayodha Ajiwiguna
 
Secara skematik sistem CFWH ditunjukkan gambar dibawah. Penukar kalor digunakan dalam sistem ini untuk memanaskan air yang akan masuk ke boiler dengan menggunakan sebagian uap yang keluar dari turbin. Analisis aliran energi dan massa siklus dijabarkan berikut:

Gambar 3 skema CFWH




Keywords: Closed Feed Water Heater, Regeranatif, Siklus Rankine, Steam Power plant, PLTU