WORKSHOP THERMOELECTRIC COOLER (PELTIER ELEMENT)


T-Lab bekerja sama dengan raymtech dalam menyelenggarakan workshop/pelatihan secara reguler mengenai desain sistem pendingin termoelektrik (peltier). Materi yang disampaikan telah disusun khususnya untuk para mahasiswa teknik, peneliti, inovator, dan pegiat teknologi pendingin.
Materi yang disampaikan anara lain:

1.     Review singkat energi termal
2.     Pengenalan teknologi pendingin
3.     Dasar-dasar sistem pendingin termoelektrik
4.     Cara dan strategi pemasangan modul termoelektrik sederhana
5.     Fenomena fisis pada sistem pendingin termoelektrik
6.     Cara membaca data sheet modultermoelektrik
7.     Estimasi kinerja sistem pendingin termoelektrik
8.     Desain sistem pendingin termoelektrik


Untuk mengakomodasi kenyamanan peserta, kami menyediakan tiga piliha workshop:

1. Online Video (Investasi: Rp. 149.000,-)
- Peserta mendapatkan materi pelatihan berupa akses video
- Akses bebas
- Tidak ada sertifikat

2. Online workshop (Investasi: Rp. 299.000,-)
- Pelatihan dilakukan dengan cara online melalui platform zoom/google meet
- Peserta juga mendapatkan akses video pelatihan
- Mendapatkan e-certificate
- Diskon 50% khusus untuk mahasiswa

3. Offline workshop (Investasi: Rp. 1.200.000,-)
- Pelatihan dilakukan di Telkom University, Bandung 
- In-house training juga dapat dilaksanakn sesuai dengan kesepakatan 
- Peserta juga mendapatkan akses video pelatihan
- Mendapatkan sertifikat 
- Diskon 50% khusus untuk mahasiswa

Silakan hubungi kami untuk mendapatkan informasi lebih detail mengenai jadwal, tempat, dan pembayaran di:

WA: 0821 1857 1044
Email: Raymtech.eng@gmail.com

Untuk pendaftaran silakan silakan isi from: 
bit.ly/Raymtech_TEworkshop

Pengenalan: Biomassa

Penulis: Tri Ayodha Ajiwiguna
Afiliasi: Rekayasa Instrumentasi dan Energi Universitas Telkom
Email: tri.ayodha@gmail.com

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan dari makhluk hidup dan biasanya tidak digunakan sebagai makanan. Biomasa ini mengandung energi yang disebut dengan bioenergi. Salah satu jenis bioenergi yang paling umum adalah kayu. Pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi sudah dilakukan sejak zaman dahulu, salah satunya untuk memasak dengan menggunakan kayu bakar.

Biomassa termasuk salah satu jenis sumber energi terbarukan karena dapat tersedia kembali dalam waktu yang cukup singkat. Energi yang terkandung di dalam biomassa berasal dari proses fotosintesis yang dibantu oleh sinar matahari. Pada proses ini, klorofil pada tanaman menangkap dan menggunakan energi dari sinar matahari untuk mengubah karbondioksida yang berada di atmosfer dan air yang berada di dalam tanah menjadi karbodidrat, yaitu zat yang mengandung oksigen, karbon, dan hidrogen.  Ketika karbohidrat ini mengalami pembakaran maka terjadi reaksi dari karbohidrat menjadi karbondioksida dan air disertai dengan dihasilkannya energi dalam bentuk kalor. Energi kalor inilah dapat dimanfaatkan dalam berbabgai kebutuhan termasuk untuk pembangkit listrik. 


Gambar 1. Siklus pemanfaatan Biomassa/Bioergi dari tumbuh-tumbuhan

Pembakaran biomassa memang dapat menghasikan gas karbonsioksida yang merupakan gas penyebab efek rumah kaca. Namun, dengan adanya budi-daya pertanian sumber biomassa maka gas karbondioksida ini akan diserap kembali ke tanaman sebagai bahan baku proses fotosintesis. Gambar 1 menunjukkan siklus pemanfaatan biomassa.



Berdasarkan wujudnya, biomassa dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu biomassa padat, biomassa cair. dan biomassa gas (biogas). Biomassa padat dapat dibentuk sebagai briket biomassa yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Biomassa dalam bentuk cair sering diterapkan sebagai bahan bakar pengganti kendaraan yang umumnysa saat ini berasal dari minyak bumi seperti diesel dan bensin. Contoh dari biomassa cair adalah bio-diesel dan bio-ethanol. Sedangkan biogas biasanya didapatkan dari limbah industri maupun kotoran ternak. Dengan dibantu bakteri jenis tertentu maka akan dihasilkan gas berenergi tinggi seperti metana (CH4).

Keyword: Biomassa, Bioenergi, renewable energi, energi terbarukan

Pemanfaatan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion): Siklus Tertutup

Penulis: Tri Ayodha Ajiwiguna
Afiliasi: Instrumenation and Energy Engineering Expertise Group, Telkom University

Pemanfaatan Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) untuk pembangkit listrik dapat menerapkan sistem siklus tetutup. Sistem ini menggunakan siklus rankine organik (ORC) untuk mendapatkan putaran turbin. Generator yang terhubung dengan turbin dapat menghasilkan energi listrik sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan tertentu.


Gambar 1.Skema Siklus Terutup OTEC
Skema sederhana dari siklus tertutup OTEC ini dapat dilihat di gambar 1. Siklus rankine organik pada dasarnya memiliki prinsip yang sama dengan siklus rankine biasa. Namun, fluida kerja pada siklus rankine organik bukanlah air melainkan fluida yang memiliki titik didih sangat rendah seperti refriferan R134a atau amonia. Pada tekanan atmosfir, amonia memiliki titik didih sekitar -33 oC sehingga apabila berada pada temperatur ruang maka akan menjadi fasa uap superheated.

pada saat masuk ke dalam turbin, fluida kerja siklus rankine oraganik berada dalam fasa gas superheated. Fluida kerja yang berada dalam keadaan ini memiliki energi kalor yang besar. Ketika fluida kerja ini masuk ke turbin, sebagian dari energi yang dimilikinya dkonversikan menjadi putaran turbin dan sebagian lainnya keluar dari turbin. Akibatnya fluida kerja yang keluar dari turbin berkurang energinya.

Setelah keluar dari turbin, fluida kerja ini masuk ke dalam kondenser untuk dikondesasikan agar menjadi fasa cair (liquid). Proses kondensasi merupakan proses pelepasan kalor sehingga perlu pendinginan. Pada siklus tertutup OTEC, uap yang keluar dari turbin didinginkan oleh air laut dalam yang dingin dengan menggunakan perangkat penukar kalor (heat exchanger). Karena fasanya sudah cair, fluida yang keluar dari kondenser kemudian dialirkan evaporator/boiler  dengan menggunakan pompa.

Pada evaporator/boiler terjadi proses perubahan fasa fluida dari cair ke gas dengan cara penyerapan kalor. Pada siklus tertutup OTEC ini, fluida kerja mendapatkan kalor dari permukaan dangkal yang relatif panas dengan menggunakan penukar kalor (heat exchanger). Keluaran dari proses ini adalah fluida kerja dalam bentuk gas atau bahkan gas superheated. Selanjutnya proses berulang lagi sehingan kerja dalam bentuk putaran turbin terjdai secara terus menerus.

Keyword: OTEC, Organic Rankine Cycle, Closed Loop, Siklus tertutup

Turbin air

Penulis: Tri Ayodha Ajiwiguna
Afiliasi: Instrumenation and Energy Engineering Expertise Group, Telkom University

Salah satu komponen penting dalam pembangkit listrik tenaga air adalah turbin air. Komponen ini berfungsi untuk megkonversi aliran air menjadi gerak rotasi. Berdasarkan caranya memutarnya, turbin dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis turbin, yaitu:

Turbin Impulse

Turbin jenis ini menggunakan nozzle untuk mengubah hampir semua energi yang dimiliki oleh aliran air menjadi energi kinetik. Salah satu jenis turbin ini dinamakan turbin pelton, sesuai dengan nama penemunya, yaitu Lester A. Pelton. Fluida yang keluar dari nozzle memiliki energi kinetik yang sangat tinggi. Fluida ini daarahkan ke “ember” yang menyatu dengan sistem turbin sehingga poros turbin berputar. Turbin jenis ini biasanya digunakan jika besar head lebih besar dari 250 m. 


Gambar 1. Skema turbin impuls


Turbin Reaksi

Rotor pada turbin reaksi dapat berputar karena adanya reaksi gaya yang disebabkan oleh keluarnya fluida pada nozzle sehingga terdorong ke arah berlawanan dari arah fluida keluar.  Gambar 2 menunjukkan prinsip kerja dari turbin reaksi. Terlihat bahwa nozzle yang mengeluarkan fluida memiliki gaya. Turbin jenis ini biasanya digunakan jika head kurang dari 250 m.


Gambar 2. Skema prinsip turbin reaksi

keyword: Renewable energi, enegi terbarukan, hydroenergy, energi air.

Membuat Air Conditioner (AC) dengan menggunakan Thermoelectric Cooler (Peltier), mungkinkah?

Oleh: Tri Ayodha Ajiwiguna

Pada saat mengetahui bahwa prinsip termoelektrik dapat menghasilkan efek pendinginan, sering kali ide yang muncul adalah untuk membuat pendingin udara ruangan (AC). Ditambah lagi, ketersediaan modul termoelektrik (TEC)/elemen peltier yang terjangkau di pasaran. Pertanyaannya adalah apakah bisa modul TEC yang dijual di pasaran kita gunakan sebagai AC?

Di Indonesia, AC secara umum digunakan sebagai pendingin udara agar udara dalam sebuah ruangan menjadi nyaman (thermal comfort). Sebelum memasang AC untuk sebuah ruangan, hal yang perlu diperhitungkan adalah unit AC yang akan dipasang harus mampu atau memiliki kapasitas yang cukup untuk mendinginkan ruangan tersbut. Oleh karena itu perhitungan beban pendinginan (Cooling Load) perlu dilakukan terlebih dahulu. Ada beberapa metode perhitungan beban pendinginan yang dapat digunakan dari yang paling kasar yaitu aturan jempol (rule of thumb) sampai yang sangat teliti (metode simulasi). Setelah beban pendinginan sudah diketahu, pemilihan unit AC akan menjadi lebih mudah.

Begitu pula jika ingin memanfaatkan modul TEC untuk menggantikan sistem AC konvensional yang umumnya menggunakan sistem refrigerasi kompresi uap. Jika kita asumsikan bahwa kapasitas AC yang terpasang sudah sesuai dengan beban pendinginan, maka kita butuh modul TEC yang memiliki kapasitas pendinginan yang sama dengan AC konvensional tersebut. Untuk lebih jelasnya kita ambil contoh kasus sebagai berikut:

“Sebuah ruangan menggunakan AC berkapasitas ½ PK agar ruangan tersebut nyaman. Apakah mungkin AC tersebut diganti dengan sistem TEC?”

Kasus tersebut terlihat sederhana. TEC merupakan sistem pendingin sedangkan AC yang terpasang juga sistem pendingin. Karena keduanya memiliki fungsi yang sama maka jawabannya tentu saja sistem TEC dapat menggantikan AC konvensional. Namun, ada pertanyaan selanjutnya:

“kalau begitu, apakah 1 modul TEC cukup? Jika tidak, berapa banyak modul TEC yang dibutuhkan?”

Untuk menjawab pertanyaan ini maka kita perlu merujuk ke datasheet dari modul TEC yang ingin kita gunakan. Untuk kasus ini, kita akan ambil TEC1-12706 yang banyak dijual di pasaran sebagai modul yang kita gunakan. (lihat gambar).



Kita atur bahwa asumsi awal temperatur pada sisi panas adalah 50 oC karena biasanya di Indonesia suhu lingkungan berkisar antara 30-35 oC. Oleh karena itu akan sulit sekali suhu sisi panas TEC dibawah suhu lingkungan tersebut. Asumsi selanjutnya yaitu bahwa temperatur sisi dingin adalah sekitar 20 oC karena biasanya temperatur nyaman sebuah ruangan di sekitar 24-26oC sehingga temperatur sisi dingin harus dibawah itu. Dari kondisi tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa selisih temperatur kedua sisi (delta T) adalah 30 oC.

Kemudian modul TEC ini digunakan pada tegangan 12 Volt, sehingga jika delta Tnya adalah 30 oC, maka jika melihat grafik untuk Th 50 oC pada data sheet arus yang mengalir adalah sekitar 4 A. Kemudian kita bisa mengetahui berapa cooling capacity dengan melihat grafik yang bawah dengan Th 50 oC, yaitu disekitar 30 Watt termal. 

Kemudian jika hasil ini dibandingkan dengan AC ½ PK maka satuan kapasitas perlu disamakan. AC ½ PK memiliki kapasitas pedinginan sebesar sekitar 5000 btu/h. Jika 1 Btu/h itu sama dengan 0.293 Watt, maka AC ½ PK memiiki kapasitas sebesar 1465 Watt termal.
Jika kita bandingkan bahwa kapasitas pendinginan satu buah modul termoelektrik adalah 30 Watt dan unit AC1/2 PK adalah 1465 Watt, maka dibutuhkan sekitar 49 buah modul termoelektrik agar memiliki kapasitas yang sama.

Selain dari banyaknya jumlah modul yang dibutuhkan, konsumsi listriknya juga besar. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa tegangan modul TEC adalah 12V dan arusnya sekitar 4 A, maka untuk sebuah modul mengkonsumsi daya listrik sebesar 48 Watt, Jika kita gunakan 49 buah modul maka konsumsinya 2352 Watt. Sedangkan untuk AC ½ PK umumnya hanya butuh sekitar 390 Watt.
Kemudian dari segi komponennya, jika kita memutuskan untuk membuat AC dari TEC maka kita butuh kompoenen pendukungnya seperti heat sink,kipas, dll untuk 49 modul. Jika dihitung-hitung dari segi costnya, maka menjadi mahal.

Kesimpulan dari pembahasan ini adalah suatu hal yang tidak disarankan jika mengganti AC dengan sistem TEC karena:
  • Kapasitas pendinginan TEC yang sangat kecil dibandingkan AC konvensional yang menggunakan sistem refrigerasi kompresi uap
  • Listrik yang dikonsumsi oleh sistem TEC sangat besar untuk kapasitas yang sama dengan AC konvensional
  • Dibutuhkan komponen pendukung yang cukup banyak yang membuat cost menjadi bengkak
Demikian penjelasan singkat mengenai termoelektrik unutk sebuah AC. Jika ada yang perlu didiskusikan atau ada penjelasan yang salah silakan komen dibawah agar menjadi bahan pelajaran bagi kita semua.

Keyword: Termoelektrik, Thermoelectric, Elemen peltier, AC, kapasitas pendinginan