Kinerja sistem tata udara (AC)

Sistem tata udara atau yang sering disebut dengan air conditioner (AC) adalah salah satu peralatan dalam bangunan yang mengkonsumsi energi terbesar. Oleh karena itu kinerja sistem tata udara perlu diperhatikan agar bangunan menjadi lebih efisien. Salah satu parameter yang menunjukkan seberapa baik sebuah AC adalah COP (coefficient of performance). 

COP didefinisikan sebagai perbandingan antara sesuatu yang dimanfaatkan dengan sesuatu yang diberikan. atau dapat dituliskan:



AC sendiri dapat dimanfaatkan sebagai pendingin atau pemanas. Namun, di Indonesia yang beriklim tropis, AC lebih banyak digunakan sebagai pendingin. Oleh karena itu COPnya adalah perbandingan antara kalor yang diserap oleh AC dengan listrik yang diberikan ke AC. Perlu dicatat, bahwa perhitungan COP seperti ini adalah sesuai dengan SNI untuk sistem tata udara. Dalam konteks termodinamika (buku teks), khususnya siklus refrigerasi kompresi uap, COPnya dihitung dari perbandingan antara kalor yang diserap di evaporator dengan kerja pada kompresor.

COP sebuah AC dapat dihitung dengan cara melihat nameplate atau pengukuran secara langsung. Cara yang pertama (melihat nameplate) merupakan cara paling mudah, tapi yang dihitung adalah COP desain pabrik, bukan COP sebenarnya. Oleh karena itu, bisa saja COP yang dihitung disini berbeda dengan COP sebenarnya karena banyak hal, misal AC sudah berumur sehingga kompresornya tidak berjalan dengan baik atau perawatan yang kurang maksimal. Sedangkan dengan cara kedua, pengukuran, lebih sulit diterapkan karena perlu alat ukur perhitungan.

Secara matematis, COP dapat dihitung dengan cara berikut:



Dibawah ini adalah contoh mengestimasikan COP pada sebuah AC menggunakan data-data yang ada di name plate




Berapakah nilai COP dari AC di atas?

Dari name plate tersebut diketahui bahwa:
Kapasitas pendinginan atau laju penyerapan kalor adalah 5000 btu/h. Dengan menghkonversikan ini ke satuan international, maka didapat kapasitas pendinginannya adalah 1.46 kW. Oleh karena itu, maka COPnya adalah:


(Tri Ayodha Ajiwiguna)

Cara menentukan kebutuhan lampu untuk pencahayaan ruangan

Salah satu langkah dalam mendesain sistem tata cahaya adalah menentukan jumlah total lumen yang harus tersedia di sebuah bangunan atau ruangan. Untuk menghitungnya dapat menggunakan persamaan dibawah ini sebagaimana tercantum dalam SNI tentang tata pencahayaan bangunan.


dengan E adalah nilai lux yang tertera pada bidang kerja, Ftotal adalah jumlah total lumen (fluks luminus yang dipancarkan oleh semua lampu, kp adalah koefisien pengguna, kd adalah koefisien depresiasi, dan A adalah luas bangunan atau ruangan. 


Untuk bangunan standar yang tidak terlalu tinggi (tinggi bangunan sekitar 3-4 meter) maka hasil nilai kp dan kd masing-masing dapat diestimasikan 0.7 dan 0.8. 


Untuk lebih jelasnya, bisa lihat contoh berikut:


Sebuah ruangan kerja kantor membutuhkan tata pencahayaan sebesar 350 lux di meja kerja para pegawai. Jika panjang dan lebar ruangan tersebut adalah 5 x 4 m, berapa total lumen yang diperlukan di ruangan tersebut.


Untuk menjawabnya pertama kita perlu hitung luas ruangan tersebut, yaitu:



Kemudian, dengan mengasumsikan bahwa ruang kantor tersebut adalah ruang standar maka jumlah total lumen yang dibutuhkan dapat dihitung, yaitu:





Dengan perhitungan di atas didapat bahwa total lumen yang dibutuhkan adalah 12500 lumen. Lalu berapa jumlah lampu yang dibutuhkan?

Untuk menjawab ini maka perlu ditentukan terlebih dahulu jenis lampu yang digunakan. Misal lampu yang digunakan adalah LED 20 W dengan jumlah lumen 1440, maka jumlah lampu yang dibutuhkan adalah:





Dengan perhitungan diatas dapat diestimasikan bahwa jumlah lampu yang dibutuhkan adalah 9 lampu



(Tri Ayodha Ajiwiguna)