Pompa Kalor

Oleh: Tri Ayodha Ajiwiguna
Artikel dalam bentuk PDF: Pompa Kalor

Kalor secara alami berpindah dari temperatur yang lebih tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Perpindahan kalor berlangsung terus menerus selama perbedaan temperatur terjadi. Sebagai contoh jika sebuah batang logam yang dipanaskan dengan salah satu ujungnya maka akan terjadi perbedaan temperatur antara ujung yang dipanaskan dengan ujung yang tidak dipanaskan. Akibat adanya perbedaan temperatur ini maka terjadilah perpindahan kalor. Selanjutnya jika api dimatikan (tidak dipanaskan lagi) maka temperatur batang di ujung yang dipanaskan lambat laun akan turun. Walaupun begitu, perpindahan kalor tetap terjadi sampai temperatur kedua ujung sama.









Gambar 1. Skema Pompa Kalor

Pompa kalor adalah sebuah sebuah proses yang dapat menyerap kalor di suatu tempat kemudian membuangnya di tempat yang lain. Suatu benda dapat menyerap kalor dari lingkungan jika temperatur nya lebih rendah dari pada temperatur lingkungannya (kalor berpindah dari lingkungan ke benda). Sebaliknya benda dapat melepaskan kalor jika temperatrnya lebih tinggi dari pada temperaur lingkungannya (kalor berpindah dari benda ke lingkungan). Dengan kata lain, pompa dapat menciptakan suatu keadaan dimana ada bagian yang lebih dingin dibandingkan lingkungannya (penyerapan kalor) dan ada bagian yang lebih panas dibandingkan lingkungannya (pelepasan kalor). Pompa kalor dapat dimanfaatkan menjadi alat pemanas dan biasa disebut dengan pompa kalor (perangkat). Pompa kalor juga dapat dimanfaatkan menjadi alat pendingin dan biasa disebut refrigerator.

Bagaimanapun juga, proses pompa kalor tidak dapat bekerja secara spontan melainkan harus ada energi dari luar yang masuk ke sistem pompa kalor. Skema pompa kalor ditunjukkan pada gambar 5. Pompa kalor diletakkan dilingkungan yang temperaturnya T3. Kemudian energi dimasukkan ke sistem pompa kalor berupa kerja sebesar W. Dengan adanya kerja ini maka T1 menjadi turun dan T2 menjadi naik. Akibatnya terjadi penyerapan kalor (Qserap) dan pelepasan kalor (Qlepas). Pada pompa kalor berlaku:
(1)
Coefficient of Performance (COP) atau koefisien kinerja adalah suatu parameter yang menunjukkan seberapa baik sebuah pompa kalor atau refrigerasi bekerja. Definis dari koefisien kinerja adalah perbandingan antara enegi yang dimanfaatkan dan kerja yang dimasukkan ke dalam sistem. Untuk pompa kalor, karena yang dimanfaatkan adalah bagian yang panas maka besarnya COP adalah:
(2)
Sedangakan sebagai pendingin, karena yang dimanfaatkan adalah penyerapan kalornya (bagian dingin), maka COP nya adalah:
(3)
Dengan memanipulasi persamaan 1,2, dan 3 maka di dapat bahwa:
(4)
Ada beberapa teknologi yang dapat menjalankan proses pompa kalor, seperti refrigerasi kompresi uap, termoelektrik, refrigerasi absorpsi, termoakustik, tabung vortex, dan lain-lain. Hingga saat ini yang paling umum digunakan adalah refrigeasi kopresi uap karena memiliki koefisien kinerja yang paling tinggi. Namum kekurangan sistem refrgerasi kompresi uap adalah penggunaan refrgeran yang tidak ramah lingkungan dan membutuhkan perangkat yang cukup berat yaitu kompresor. Di sisi lain, teknologi termoelektrik memiliki kelebihan dimana sangat ringkas, tidak membutuhkan refrigeran, dan sagat handal. Akan tetapi, termoelektrik memiliki koefisien kinerja yang sangat rendah.

Referensi
- Yunus Cengel, Heat and Mass Transfer an Engineering Approach, 2nd Edition, Mc Graw Hill
- Yunus Cengel, Thermodynamics Practical Approach, 5th Edition, Mc Graw Hill

Diagram P-h (Tekanan VS Entalpi)

Oleh: Tri Ayodha Ajiwiguna
Dalam pdf file (termasuk gambar): Diagaram P-h (Tekanan VS Entalpi) 

Diagram P-h merupakan diagram dengan sumbu x menunjukan enthalpy (h) dan dan sumbu y menunjukkan Tekanan (P). Seperti terlihat dalam gambar 1, selain dua besaran tersebut terdapat garis-garis (kurva) lain yaitu suhu, entropi, dan volume spesifik. Garis-garis tersebut menandakan bahwa titik-titik yang berada dalam garis yang sama memiliki besar yang sama. Sebagai contoh dalam gambar, garis biru menunjukkan garis suhu 300 derajat celcius, maka sepanjang garis tersebut bersuhu 300 derajat celcius. Begitu juga dengan garis-garis yang lain.

Gambar 1. Diagram P-h
Selain garis-garis besaran terebut diatas, terdapat pula kubah saturasi (ditunjukkan dengan garis merah). Kubah ini merupakan kubah yang menunjukkan fasa zat. Di dalam kubah merupakan daerah dimana fasa dari zat berupa campuran gas dan cair. Di bagian kanan terdapat garis saturasi gas (gas jenuh). Di garis ini zat dalam keadaan tepat jenuh gas. Jika sedikit saja ke kiri maka sudah ada bagian yang mencair dan jika sedikit saja ke kanan maka sudah terjadi superheated. Superheated adalah keadaan dimana suatu zat yang sudah dalam keadaan gas jenuh, kemudian mengalami kenaikan suhu. Di bagian kiri terdapat garis saturasi cair (Cair jenuh). Di garis ini zat dalam keadaan tepat cair jenuh. Jika sedikit saja ke kanan maka sebagian zat akan menguap menjadi gas dan sedikit saja ke kiri maka zat akan menjadi keadaan subcooled. Subcooled adalah keadaan pada saat suatu zat yang sudah menjadi cair jenuh kemudian mengalami penurunan suhu.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat garis hijau dengan arah ke kanan. Garis tersebut dimulai dari sebelah kiri kubah atau dengan kata lain awalnya zat dalam keadaan subcooled. Proses 1 ke 2, zat dalam keadaan subcooled tersebut menerima kalor sehingga terjadi keniakan suhu sampai zat menjadi saturasi cair. Enthalpy pada zat tersebut naik. Pada titik 2 zat dalam keadaan saturasi cair.

Dari titik 2 ke titik 3, zat tersebut menerima kalor akibatnya enthalpy naik. Dalam tahap ini kalor yang diterima tidak mengubah suhu zat, melainkan merubah fasa menjadi gas. Zat yang tadinya berupa saturasi cair mulai berubah menjadi gas (menguap). Antara titik 2 dan titik 3 berfasa campuran. Semakin dekat dengan titik 3 semakin banyak zat yang berfasa gas. Sebaliknya semakin dekat dengan titik 2, semakin banyak zat yang berfasa cair. Di titik 3 keadaan zat menjadi saturasi gas (gas jenuh) di mana semua zat berfasa gas. Proses 3 ke 4, Setelah berfasa saturasi gas, zat tersebut menerima kalor akbatnya entalphy terus naik. Pada proses ini terjadi kenaikan suhu sehingga zat menjadi keadaan superheated.

Proses dari titik 1 sampai dengan titik 4, terjadi pada tekanan (P) yang sama. Dalam diagram P-h ini juga dapat menggambarkan proses-proses lain sehingga diketahui besaran-besaran yang ada pada proses tersebut. Untuk setiap zat memiliki diagram P-h masing-masing. Biasanya diagram P-h digunakan untuk sistem thermodnamika seperti sistem rankin, sistem refigerasi dan lain-lain.

Modul Termoelektrik

 
Efek peltier dapat dimanfaatkan untuk alat pendingin (cooler) atau pemanas (heater) dengan membuat sebuah modul yang terdiri dari sejumlah pasangan material berbeda. Saat ini bahan semikonduktor adalah yang paling banyak digunakan. Modul termoelektrik dibuatdari sejumlah pasangan semikonduktor tipe p dan tipe n yang biasa disebut pelet, ditunjukkan oleh gambar

Gambar 1. Pelet dalam Modul Termoelektrik
 
Sejumlah pelet termoelektrik dihubungkan secara seri dengan junction sebagai penghubung yang terbuat dari bahan konduktor listrik dan panas yang baik seperti tembaga. Penurunan temperatur terjadi setiap kali elektron pindah dari semikonduktor tipe n ke tipe p sehingga temperatur junction menjadi dingin. Sebaliknya junction menjadi panas pada saat elektron pindah dari tipe p ke tipe n. Dengan adanya sejumlah pelet, efek peltier menjadi signifikan dan dapat digunakan sebagai pendingin atau pemanas. Bahan termoelektrik dan junctionnya kemudian dibungkus dengan lapisan dari bahan yang memiliki konduktifitas yang tinggi namun secara listrik bersifat isolator. Hal ini dilakukan agar penyerapan atau pelepasan kalor dapat terjadi secara merata diseluruh permukaan tanpa membuat aliran elektron terjadi secara paralel. Oleh karena itu biasanya modul peltier menggunakan lapisan keramik. Gambar 3 menunjukkan salah satu produk modul termoelektrik yang ada di pasaran.


Gambar 2. Modul Termoelektrik

Keyword: Thermoelectric module, modul termoelektrik, pelet, peltier, seebeck

Prinsip Kerja Pendingin Termoelektrik

Oleh: Tri Ayodha Ajiwiguna

Efek peltier adalah fenomena terjadinya perbedaan temperatur pada sambungan dua material berbeda pada saat terlaliri arus listrik. Efek peltier ini adalah prinsip kerja yang diterapkan pada modul pendingin termoelektrik (elemen peltier). Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 1. 

Gambar 1. Efek Peltier

Efek peltier terjadi pada dua material konduktor/semikonduktor berbeda yang disambungkan pada kedua ujungnya. Jika sebuah sumber tegangan searah dipasang pada loop tesebut maka elektron yang berada pada material A akan mengalir ke junction 2. Kemudian, elektron ini akan berpindah ke material B dan terjadi penurunan temperatur pada junction 2. Elektron kemudian mengalir sepanjang material B dan akhirnya berpindah ke material A (lagi) melalui junction 1. Pada saat berpindah ke material A, junction 1 mengalami kenaikan temperatur.

Suatu atom terdiri dari inti atom (proton dan neutron) dan elektron yang mengelilingi inti atom pada tingkat energi tertentu. Elektron ini dapat berpindah dari lintasan tingkat enegi yang lebih rendah ke lintasan tingkat energi tinggi dengan meyerap energi. Sebaliknya, elektron akan melepaskan energi jika berpindah dari lintasan tingkat energi yang tinggi ke lintasan tingkat energi yang lebih rendah. Energi yang diserap atau dilepaskan ini dapat berupa energi kalor atau energi cahaya. Begitu pula yang terjadi pada efek peltier, tingkat energi pada lintasan tingkat elektron di material A dan B berbeda, sehingga pada saat berpindah di junction akan terjadi penyerapan dan pelepasn energi dalam bentuk energi kalor. Untuk dapat meyerap energi kalor maka dibutuhkan temperatur yang lebih rendah akibatnya junction 2 temperaturnya menjadi lebih rendah. Di sisi lain, untuk dapat melepaskan kalor maka temperaturnya harus lebih tinggi dari lingkungan akibatnya temperatur junction 1 menjadi lebih tinggi.

Keyword: Termoelektrik, Thermoelectric, Peltier, Heat transfer, Pendingin