Sistem Refrigerasi Absorpsi



Ketika garam littium bromide dilarutkan dalam air, titik didih dari air menjadi naik. Disamping itu, jika temperatur larutan garam tersebut dijaga konstan, efek dari pelarutan garam adalah menurunkan tekanan uap dari larutan hingga di bawah tekanan jenuh air murni pada temperatur itu. 


Untuk memahami prinsip kerja dari sistem refigeras absorpsi perhatikan gambar berikut:
 


Dua buah tanki yang masing masing berisi air (kiri) dan larutan 50 % garam LiBr (kanan) berada pada lingkungan yang temperaturnya 30 oC. Kedua tanki ini saling berhubungan melalui saluran yang dilengkapi dengan keran (valve). Pada awalnya keran ini ditutup. Tekanan uap jenuh air pada 30 oC adalah 4.24 kPa. Sedangkan tekanan uap larutan LiBr pada 30 oC adah 1.22 kPa. Ini artinya terdapat perbedaan tekanan antara tanki yang satu dengan yang lainnya. Secara alami gas akan berpindah dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, namun karena keran ditutup maka uap air yang ada di sebelah kiri tidak dapat mengalir ke tanki sebelah kanan.

Kemudian keran tersebut dibuka, perhatikan gambar dibawah


Dengan dibukanya keran, maka uap air yang berada pada tanki sebelah kiri akan mengalir ke tanki sebelah kanan. Uap air ini akan diabsorpsi oleh larutan LiBr disertai dengan pelepasan panas karena bersifar exotermik. Jika tekanan tanki sebelah kanan dengan suatu metode dijaga tekanannya pada 1.22 kPa, maka tekanan uap air di tanki sebelah kiri akan turun dari yang awalnya 4.24 kPa menjadi 1.22 kPa. Pada keadaan ini tidak ada lagi aliran uap air dari tanki sebelah kiri ke tanki sebelah kanan karena tekanannya sama. Pada tekanan 1.22 kPa, uap air bertemperatur 10 oC. Ini artinya temperatur tanki sebelah kiri menjadi lebih rendah dari lingkungan dan meyebabkan penyerapan kalor. Di sini peristiwa rerigerasi terjadi. Namun, efek refrigerasi ini hanya sebentar, dengan adanya penyerapan kalor dari lingkungan maka suatu saat kesetimbangan termal dengan lingkungan terjadi. Di sisi lain konsentrasi garam pada tanki sebelah kanan sudah kurang dari 50 %.
Untuk mendapatkan keadaan awal lagi, proses generasi harus dilakukan, yaitu dengan menguapkan air pada larutan LiBr ditanki sebelah kanan. Perhatikan gambar dibawah:


Untuk menguapkan air pada larutan LiBr dibutuhkan kalor. Uap air ini mengalir ke tanki sebelah kiri hingga keadaan awal tercapai lagi.

Uraian diatas merupakan prinsip kerja dari sistem refrigeras absorpsi, namun dengan menggunakan dua buah tanki seperti yang dibahas tdak dapat menghasilkan efek refrigerasi yang terus menerus. Oleh karenanya modifikasi sistem perlu dilakukan dengan menggunakan tambahan tanki.

Sistem sederhana  di atas memang dapat menimbulkan efek refigerasi (penarikan kalor), namun hanya bersifat sebentar karena akan berhenti pada saat tekanan di tangki kanan dan kiri sama. Setelah itu perlu menguapkan air di tanki sebelah kanan untuk kembali ke keadaan awal. Untuk mendapatkan efek refrigerasi secara kontinu perlu penambahan seperti gambar berikut:


Gambar 4. Sistem Refrigerasi Absorpsi

Evaporator dan absorber merupakan dua tanki yang ditunjukkan pada sistem sebelumnya. Dengan cara ini efek refrigerasi dapat berlangsung secara kontinu. Dalam sistem refrigerasi absorpsi terdapat dua siklus: siklus refrigeran (air) ditunjukkan oleh A-B-C-D dan siklus pelarut (larutan garam Litium Bromida) yang ditunjukkan B-C-E-F. Pada titik A refrigeran dalam keadaan tekanan dan temperatur rendah serta berfasa cair. Kemudian, di evaporator, refrigeran menyerap kalor dari objek yang didinginkan sehingga fasanya  berubah  menjadi gas (titik B). Refrigeran  yang berfasa gas ini mengalir ke absorber sehingga diabsorpsi oleh larutan LiBr, akbatnya larutan kaya akan refrigeran, keadaan ini disebut dengan larutan kuat (strong solution), kemudian larutan kuat ini dipompakan ke generator (titik C). Pada generator, kalor digunakan untuk memisahkan antara refrigeran dan pelarut. Karena titik didih refrigeran lebih rendah dari pada pelarut maka refrigeran menguap menuju kondenser. Uap refrigeran ini kemudian terkondensasi pada kondenser dengan membuang kalor sehingga fasanya menjadi cair (titik D). Setelah itu Refrigeran dalam fasa cair ini diekspansi sehingga tekanannya menjadi rendah (titik A). Siklus ini terus berlangsung sehingga efek refigerasi (proses A-B) terjadi secara kontinu. Disisi lain, pada siklus pelarut (B-C-E-F), larutan yang miskin akan refrigeran (titik C) diekspansikan untuk dialirkan ke absorber sehingga mengabsorb refrigeran menjadi larutan kuat. Siklus ini pun berlangsung terus menerus.

Untuk keperluan pengkondisian udara biasanya digunakan sistem air (H2O) sebagai refrigeran  dan Larutan Litium Bromida (LiBr) sebagai pelarut. Sedangkan untuk keperluan yang membutuhkan temperatur lebih rendah, seperti pembuatan es, digunakan ammonia (NH3) sebagai refrigeran dan air  (H2O) sebagai pelarut.

(Tri Ayodha Ajiwiguna)